Puisi Kesatu
Doa Sederhana
Puisi Karya: Satria Panji Elfalah
Apakah kau menanti hari ini?
Kala bertambahnya angka hidupmu yang akan menjadi titian sepanjang telaga biru ..
Kala berjumpa bersama waktu dimana kau menghirup napas di luar rahim pertama kalinya ..
Kala kedua orang tuamu tersenyum bahagia melihatmu menangis untuk yang pertama dan terakhir kalinya ..
Kala bertambahnya angka hidupmu yang akan menjadi titian sepanjang telaga biru ..
Kala berjumpa bersama waktu dimana kau menghirup napas di luar rahim pertama kalinya ..
Kala kedua orang tuamu tersenyum bahagia melihatmu menangis untuk yang pertama dan terakhir kalinya ..
Tiada sekelumit emas yang
kubingkiskan bersama batu intan permata ..
Hanya sebuah doa di muara bibir yang berhulu dari lembah hati yang tulus dan ikhlas ..
Terkesan begitu sederhana, kerana doa itu tak diselimuti kertas berwarna pelangi atau batik ..
Ya, hanya berbalut sajak dengan kandungan nutrisi aksara-aksara jiwa ..
Hanya sebuah doa di muara bibir yang berhulu dari lembah hati yang tulus dan ikhlas ..
Terkesan begitu sederhana, kerana doa itu tak diselimuti kertas berwarna pelangi atau batik ..
Ya, hanya berbalut sajak dengan kandungan nutrisi aksara-aksara jiwa ..
Semoga kelak kau akan
mendapati dirimu berbunga dalam kebahagiaan yang hakiki ..
Dijauhkan dari segala mara bahaya dan taring-taring penyakit yang berliur, menjijikan ..
Dilimpahkan sandang, pangan serta papan yang kelak akan menjadi gizi dalam setiap sajak kehidupanmu ..
Dan, menjadi malaikat bersayap yang kepaknya membentang dari fajar hingga senja ..
Dijauhkan dari segala mara bahaya dan taring-taring penyakit yang berliur, menjijikan ..
Dilimpahkan sandang, pangan serta papan yang kelak akan menjadi gizi dalam setiap sajak kehidupanmu ..
Dan, menjadi malaikat bersayap yang kepaknya membentang dari fajar hingga senja ..
Sekian ..
Doaku yang sederhana ..
Untukmu dalam ikatan persaudaraan ..
Yuanda Isha ..
Doaku yang sederhana ..
Untukmu dalam ikatan persaudaraan ..
Yuanda Isha ..
Serang, 3 Desember 2017.
Puisi Kedua
Sajak Rindu
Puisi Karya: Satria Panji Elfalah
Sajak seonggok rindu ..
Di antara selimut dingin pegunungan yang sendu ..
Aku berujar di antara gurauan pedang emas dan kapas putih di langit ..
Aku berdebat bersama hempasan angin perindu ..
Tentang kerinduan dalam hatimu yang menyelimuti tiap sisi terajumu ..
Tentang perjumpaan yang hanya mampu digapai lewat angan ..
Tentang kecemburuan mahluk langit akan ikatan di antara kita yang kelabu ..
Tentang pusaran kehidupan tempat kita hanyut berdua ..
Adakah itu semua?
Di antara selimut dingin pegunungan yang sendu ..
Aku berujar di antara gurauan pedang emas dan kapas putih di langit ..
Aku berdebat bersama hempasan angin perindu ..
Tentang kerinduan dalam hatimu yang menyelimuti tiap sisi terajumu ..
Tentang perjumpaan yang hanya mampu digapai lewat angan ..
Tentang kecemburuan mahluk langit akan ikatan di antara kita yang kelabu ..
Tentang pusaran kehidupan tempat kita hanyut berdua ..
Adakah itu semua?
Aku bertanya ..
Pada setiap bulir embun di atas bunga Edelweiss ..
Pada setiap jengkal selimut dingin pegunungan ..
Pada setiap jamahan tangan langit ..
Adakah rindumu yang tersimpan di antara bias senyummu nun jauh di balik tirai kuarsa?
Pada setiap bulir embun di atas bunga Edelweiss ..
Pada setiap jengkal selimut dingin pegunungan ..
Pada setiap jamahan tangan langit ..
Adakah rindumu yang tersimpan di antara bias senyummu nun jauh di balik tirai kuarsa?
Sepi tanpamu ..
Mona yang kuseduh tiap pagi sumringah karena tuannya gulana ..
Karena ia adalah sosok pencemburu ..
Tak ingin dimadu!
Kecuali ..
Ya, kecuali oleh Nyi Ayu yang bergaun sutera putih nyaris transparan ..
Sering kali mereka menertawakanku kala gundahku mencapai ubun-ubun semak belukar di atas kepalaku ..
Terbahak sambil bergoyang hingga perut mereka bak dikocok ..
Mona yang kuseduh tiap pagi sumringah karena tuannya gulana ..
Karena ia adalah sosok pencemburu ..
Tak ingin dimadu!
Kecuali ..
Ya, kecuali oleh Nyi Ayu yang bergaun sutera putih nyaris transparan ..
Sering kali mereka menertawakanku kala gundahku mencapai ubun-ubun semak belukar di atas kepalaku ..
Terbahak sambil bergoyang hingga perut mereka bak dikocok ..
Tahukah kau, wanita hujanku?
Pagi ini, rindu yang tersimpan di antara relung hati perlahan membanjiri lubuk hatiku yang terdalam ..
Mataku mungkin tak menitikkan air mata ..
Namun paru-paru ini terendam oleh air mata ..
Air mata rindu yang datang dari hati dan kini membanjiri paru-paruku ..
Sungguh, perkara rindu ini lebih pelik daripada mahligai skripsi!
Pagi ini, rindu yang tersimpan di antara relung hati perlahan membanjiri lubuk hatiku yang terdalam ..
Mataku mungkin tak menitikkan air mata ..
Namun paru-paru ini terendam oleh air mata ..
Air mata rindu yang datang dari hati dan kini membanjiri paru-paruku ..
Sungguh, perkara rindu ini lebih pelik daripada mahligai skripsi!
Bandung, 31 Desember 2016.
Bagi yang bertanya-tanya:
- Mona: Kopi
- Nyi Ayu: Tembakau
- Mona: Kopi
- Nyi Ayu: Tembakau
Source: Group Facebook Komunitas Sastra Nusantara
--------------------&*&--------------------
Renung Sejenak:
"
“Di sekolah, anak-anak belajar bahasa Indonesia, tetapi
mereka tak pernah diajar berpidato, berdebat, menulis puisi tentang alam
ataupun reportase tentang kehidupan. Mereka cuma disuruh menghafal : menghafal
apa itu bunyi diftong, menghafal definisi tata bahasa, menghafal nama-nama
penyair yang sajaknya tak pernah mereka baca.”
--Goenawan Mohamad--
0 Response to "Puisi Satria Panji Elfalah; Doa Sederhana"
Post a Comment